Manado,BS-Kondisi hubungan antara Legium Veteran Republik Indonesia(LVRI) dan jajaran Kodim 1302/Minahasa,khususnya Koramil Amurang,sejak dua tahun terakhir ini sudah tidak semesra sebelumnya.Pemicu keretakkan hubungan”bapak-anak” tersebut disinyalir disebabkan soal legalitas tanah berukuran 30×5 di lokasi eks kampung Leter”A” yang kini berubah jadi Kelurahan Uwuran Satu itu.
Ketua DPC LVRI Kabupaten Minahasa Letkol Laut(purnawirawan) Cornelius Kowaas(83),Kamis(2/6) di Markas Daerah(Mada)LVRI Sulut diManado mengatakan,awalnya sekitar tahun 1960 tanah berukuran 30×5 meter itu adalah bagian tanah negara yang tidak dimanfaatkan oleh pihak lembaga pemasyarakatan saat itu,karena tidak dimanfaatkan(berada diluar kawasan LP),maka dia bersama rekannya berinisiatif meminta kepada hukum tua dua( Camat,red).saat itu untuk memanfaatkan lahan”tidak bertuan itu” sebagai pusat kegiatan para pejuang diAmurang
Kemudian kata Cornelius,atas izin pejabat Camat saat itu,maka sejak itu dia bersama rekan-rekannya sesama pensiunan mengumpulkan uang untuk mendirikan bangunan diatas tanah tersebut”Waktu menguasai tanah itu kami dapat restu camat dan sepengetahuan Putepra(Danramil,red) saat itu Mayor Frans Kallo yang pada tahun 1966 turut mengawasi pembangunan pusat kegiatan LVRI”Dengan modal Rp250 ribu saat itu(setara dengan 2,5 miliar saat ini),LVRI mendirikan kantor LVRI cabang Minsel hingga 49 tahun kemudian TNI-AD menclaim lokasi melalui Kodim 1302/Minahasa.
Dilanjutkannya,selang waktu hampir 50 tahun menguasai lahan tersebut,tiba-tiba tahun 2015 silam pihak Koramil Amurang memberikan ultimatum bahwa lokasi tersebut adalah aset TNI-AD”Sudah hampir 50 tahun kami tempati kenapa pihak TNI-AD baru nyatakan tanah ini milik mereka,dan harusnya waktu proses membangun mereka harus protes”ujarnya.
Dia mengatakan bahwa sejak tahun 2015 itu pihak LVRI dan warga yang turut menggunakan tanah itu”Puncak kekecewaan dan kemarahan kami adalah ketika mengetahui kalau pihak TNI-AD telah memiliki sertikat hak guna pakai atas lokasi itu,Kami kecewa dengan TNI-AD secara diam-diam mengurus sertifikat dan kecewa dengan pihak Kantor BPN
Untuk tidak mengindahkan surat LVRI untuk tidak terburu-buru menerbitkan sertifikat sesuai permohonan pihak TNI-AD”ujarnya.
Dia juga mengatakan sejak tahun 2015 silam pihaknya sudah bersurat ke Kodim 1302/Minahasa dan korem 131/Santiago serta pemerintah pusat,namun hingga saat ini tidak ada tanggapan”Kami sudah binggung mau buat apa,makanya pada tanggal1 Juni 2016 pada upacara penutupan TMMD ke 96 kami mencoba menyampaikan aspirasi kepada Pangdam VII/Wirabuana dan Wakasad yang hadir saat itu”ujarnya sambil menuding selama proses”perampasan hak pake itu,pihak Koramil selalu dengan intimidasi yang memuncak tanggal 24 Maret 2016 mengeluarkan secara paksa dan arogan para pedagang yang menyewa lapak tersebut.Harusnya kata cornelius sesuai struktur organisasi Koramil itu adalah pembina LVRI bukan sebaliknya.
Untuk itu dia mengetuk hati para petinģgi TNI-AD untuk memikirkan nasib LVRI terkait dengan sarana kantor yang ĺayak”Pihak BPN menyarankan agar kasus ini di selesaikan pada jalur hukum yaitu pengadilan”tandasnya sambil menegaskan untuk berperkara di PN LVRI tidak punya biaya,jadi semua terpulang pada nurani para petinggi TNI-AD didaerah ini.
Sementara itu,ketika dikonfirmasi BarometerSulut.com terkait tudingan pihak LVRI bahwa Jajaran Kodim Minahasa dan Koramil Amurang mengambil alih tanah milik mereka dengan cara kekerasan,intimidatif dan tidak manusiawi serta dugaan adanya konspirasi antara Koramil TNI-AD dengan pihak BPN Minsel,Danramil Amurang Ferdinand Tedampa via handphonenya Kamis(2/6/2016)dengan tegas menampik sejumlah tudingan ketua DPC LVRI Minsel kepada dirinya dan organisasi TNI-AD”Saya tidak benar mengintimidasi para penyewa lapak,bertindak arogan pada saat pengosongan lokasi dan melakukan tindakan yang melecehkan LVRI dan personal ketua LVRI”ungkapnya.
Dijelaskannya,seluruh proses terkait dengan tanah itu dilakukan dengan kekeluargaan dan pendekatan persuasif”Saya melakukan semua itu ada dasar hukum dan komando,tidak bertindak bagi kepentingan pribadi” tegasnya.
Ferdinand menjelaskan,dasar TNI-AD mempertegas status tanah itu di BPN ada tiga hal yakni bukti autentik yang tersimpan di kantor Denzibang,bukti sejarah serta atas dasar komando dalam kaitan inventarisasi aset TNI-AD,sementara pihak LVRI hanya berdasarkan surat keterangan dari mantan Koramil serta persetujuan pejabat Camat setempat yang secara hukum tidak kuat” Saya berharap agar pihak LVRI bersikap realistis atas kepemilikkan tanah itu” tuturnya sambil menambahkan atas atensi Pangdam VII/Wirabuana kepada Dandim agar menyelesaikan kasus ini secepatnya melalui pendekatan kekeluargaan.
Kasus sengketa lahan antara LVRI Kabupaten Minsel pihak TNI-AD melalui Kodim 1302/Minahasa itu,mencuat pada saat ketua LVRI dan anggotanya,diUndang pada penutupan TMMD ke-96 diMinsel,dimana para purnawirawan ini membentangkan spanduk dihadapan Wakasad,Pangdam,Gubernur Sulut dan Bupati Minsel yang bertuliskan kalimat “LVRI Kabupaten Minsel dibubarkan saja(?).
Sementara itu,ketua MADA LVRI Sulut Boyke Kambey melalui sekretaris MADA LVRI Sulut Johni Tumbel menegaskan mengikuti dari awal kasus ini dan juga telah menerima laporan dari Ketua DPC LVRI Minsel,untuk itu dia berharap agar kasus ini didudukan secara adil dan benar serta transparan dalam nuansa kekeluargaan”Apapun hasil akhir dari kasus ini,kedua pihak diminta menerima dan secepatnya diselesaikan dengan maksimal”tandasnya.(Regina Sambul).