KOTAMOBAGU – Salah satu program unggulan 100 Hari Kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Kotamobagu yang kini mulai direalisasikan adalah Program Biokonversi Sampah Organik Berbasis Pemberdayaan Masyarakat hasil kolaborasi Pemerintah Kota dengan Pusat Pendidikan Mondowana. Program ini disambut penuh semangat oleh warga, salah satunya adalah Affandi Basso, warga Kelurahan Motoboi Kecil, Kecamatan Kotamobagu Selatan.
Affandi, atau yang akrab disapa Fandi, adalah seorang penyuluh pertanian swadaya yang juga beternak ayam kampung skala rumahan yang telah menekuni bidang ini sejak tahun 2016. Sejak 2022, ia secara mandiri mulai mempelajari budidaya maggot untuk kebutuhan pakan alternatif yang lebih terjangkau dan berkualitas.
“Saya mulai budidaya maggot sejak 2022, awalnya karena mahalnya harga pakan ternak. Saya belajar sendiri, baca jurnal, tonton video, dan coba sendiri proses biokonversi sampah organik. Saya juga ambil sampah dari pasar Poyowa Kecil yang dekat dengan rumah, karena ingin sekaligus membantu mengurangi sampah pasar,” ungkapnya.
Fandi menyampaikan apresiasinya terhadap realisasi janji kampanye Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang mulai mewujudkan program berbasis pemberdayaan masyarakat, khususnya pengolahan sampah dan inkubasi bisnis lokal.
“Kami sangat senang karena apa yang disampaikan oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota saat kampanye kini mulai diwujudkan satu per satu. Saya masih ingat, mereka menjanjikan program inkubator bisnis dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Sekarang, dengan hadirnya Program Biokonversi Sampah Organik, masyarakat benar-benar dilibatkan sebagai pelaku utama. Kami tidak hanya diberdayakan untuk mengolah sampah, tapi juga mendapatkan pelatihan dan pendampingan supaya bisa berkembang menjadi pelaku usaha mandiri,” jelasnya.
Program ini saat ini masih berada pada fase pertama yaitu Rintisan dan Penguatan Fondasi. Melalui pendampingan intensif dari tim Pusat Pendidikan Mondowana, para pelaku akan mendapatkan kurikulum pelatihan, inkubasi kewirausahaan, hingga perencanaan sistem usaha yang tersistematis dan berbasis digital.
“Kami diajarkan untuk melihat sampah sebagai sumber daya. Dari situ kami bisa produksi maggot sebagai pakan, dan hasil sampingannya berupa kasgot bisa jadi nutrisi padat untuk pertanian. Ini sangat membantu peternak kecil seperti saya. Harapan saya, program ini bisa berjalan konsisten sampai lima tahun ke depan, karena saya yakin akan berdampak besar,” kata Fandi optimis.
Target program ini adalah membentuk kelompok pengolah yang terorganisir dengan sistem kerja profesional. Pada tahun kelima nanti, diharapkan sudah terbentuk koperasi berbadan hukum yang mampu mengelola usaha biokonversi secara mandiri dan berkelanjutan.
Wali Kota Kotamobagu sendiri dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa program ini bukan hanya solusi pengelolaan sampah, tapi juga sebagai pendorong ekonomi sirkular yang memberdayakan masyarakat dari bawah dan memperkuat ketahanan pangan lokal.
Semangat dan inisiatif warga seperti Affandi Basso menjadi bukti nyata bahwa ketika program pembangunan menyentuh kebutuhan dasar masyarakat dan memberi ruang partisipasi aktif, maka dampaknya bisa sangat besar dan berkelanjutan.