Selesaikan Konflik Agraria: Perampasan Tanah Adat Hak Ulayat Milik Suku Ireeuw dan Hak Perseorangan Rizal Muin di Kelurahan Hamadi Kec Jaya Pura Selatan Kota Jaya Pura
Yang Mulia Tuan Presiden Joko Widodo
Bapak harus dengan tegas meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), untuk mencari kesatria dan tegas terhadap para mafia tanah yang bergentayangan di negeri ini.
Sebagaimana tuan Presiden menyampaikan dalam sambutan saat menyerahkan 1,5 juta sertifikat tanah kepada rakyat bahwa “Pak menteri sudah lah jangan beri ampun yang namanya mafia tanah’. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak, yaitu rakyat,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 1 November 2022.
Oleh karena itu, kasus perampasan hak tanah adat harus segera diselesaikan karena konflik agraria yang berawal dari perampasan tanah Adat Hak Ulayat Suku Ireeuw dan Hak Perseorangan Rizal Muin di Kelurahan Hamadi Kec Jaya Pura Selatan Kota Jaya Pura.
Yang Mulia Tuan Presiden Joko Widodo
Rakyat berharap ada ketegasan terhadap para mafia tanah yang selama ini berjejaring. Bahkan mafia tanah itu ada disekeliling istana negara, orang – orang dekat bapak Presiden.
Masalah tanah di Papua harus menjadi perhatian Tuan Presiden. Apabila dalam masa Tuan Presiden tidak dapat menyelsaikan kasus konflik agraria yang berawal dari perampasan tanah Adat Hak Ulayat Milik Suku Ireeuw dan Hak Perseorangan Rizal Muin di Kelurahan Hamadi Kec Jaya Pura Selatan Kota Jaya Pura, merupakan sebuah kegagalan nyata dari pemerintahan Tuan Presiden.
Pentingnya menyelsaikan konflik agraria ini, karena kedepan sangat mengerikan dan meninggalkan jejak kelam Land Reform. Masyarakat bisa menguasai hingga saling bunuh karena masalah ini. Tuan Presiden harus menyelesaikan persoalan konflik tanah ini agar kedepan Indonesia lebih baik dan maju.
Yang Mulia Tuan Presiden Joko Widodo
Karena itu, Tuan Presiden tidak hanya senang membagikan sertifikat. Tapi harus tegas dan bijak selesaikan konflik agraria ini. Kami sudah bergerak yang tergabung dalam Forum Pergerakan Keadilan Masyarakat Papua (FPKMP). Kami meminta pembayaran ganti rugi atas tanah ulayat masyarakat suku Ireeuw/ Dominggus Ireeuw dan H. Rizal Muin yang berlokasi di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan, Provinsi Papua.
Perlu kita pahami secara detail bahwa jaminan konstitusional terhadap eksistensi masyarakat Hukum Adat telah termaktub dalam pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, amanatkan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Yang Mulia Tuan Presiden Joko Widodo
Selain itu, hak adat merupakan suatu hak yang menjadi skala prioritas dalam perlindungan hukum bagi masyarakat adat khususnya pada bidang agraria. Perwujudan jaminan hak adat atau hak ulayat di masa reformasi hingga sekarang, yaitu adanya revitalisasi UU Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi Papua.
Sebagaimana diketahui masyarakat adat Papua sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf ( s dan t) UU Nomor 21 tahun 2001 junto UU No 2 Tahun 2021 tentang (s) hak persekutuan yang dipunyai adat hukum tertentu, atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya yang meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya.
Kemudian huruf (t) mengenai orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun Ras Melanesia yang terdiri dari suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, bahwa secara turun temurun di dalam masyarakat adat “keondoafian Tbadic Rauw (IREEUW) telah dikenal hak ulayat masyarakat adat dan hak adat perseorangan meliputi Hak Ulayat Tanah (HUT) yang wajib dilindungi oleh hukum.
Tambahan lagi, diperkuat dengan Pasal 43 ayat 1,2,3,4, dan 5 UU Nomor 21 Tahun 2001 junto UU No 2 Tahun 2021 berbunyi perlindungan hak – hak masyarakat adat dan Junto Perdasus Nomor 23 Tahun 2008 tentang hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat atas tanahnya.
Sehingga permasalahan atas hak ulayat masyarakat Papua cepat diselesaikan oleh Tuan Presiden sehingga tidak ada lagi mafia tanah yang semena-mena dan tidak bertanggung jawab baik oleh pihak swasta, pengusaha bahkan pemerintah.
Yang Mulia Tuan Presiden Joko Widodo
Karena itu keberpihakan Tuan Presiden Jokowi dan pemerintah untuk melindungi, menyelesaikan dan membersihkan mafia tanah yang terlibat dalam perampasan hak ulayat dan hak masyarakat adat di Indonesia. Hal ini penting Tuan Presiden, mengingat sebagai hak konstitusional yang merupakan amanah UUD 1945.
Forum Pergerakan Masyarakat Papua (FPMP) menuntut percepatan pembayaran ganti kerugian tanah ulayat laut pesisir atas proyek pembangunan jerambah beton Kampung Nelayan Hamadi, Kota Jayapura Papua, di Kementerian PUPR Dirjen Cipta Karya TA 2017 yang dikerjakan oleh PT. Basuki Rahmanta Putra dan konsultan PT. Blantickindo dengan nilai proyek sebesar Rp.49.463.700.000
Proyek Pembangunan Jerambah Kampung Nelayan Hamadi Kota Jayapura tersebut berhubungan langsung dengan Kementerian PUPR terkait sengketa ganti rugi. Proyek tersebut, berdiri di atas tanah yang dirampas dari pemiliknya suku Ireeuw/Dominggus Ireeuw dan H. Rizal Muin yang berlokasi di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan, Provinsi Papua.
Peristiwa perampasan tersebut, membuat Pendaftaran tanah/penerbitan sertifikat tanah bekas tanah adat suku ireeuw terhambat sejak tahun 2007 karena adanya intervensi Kemenkeu dan DJKN. Saat itu, pendaftaran sertifikatnya ditahan karena pemerintah (oknum DJKN) diduga adanya permintaan uang/pembayaran oleh kakanwil DJKN Papua yang dijabat oleh AY Dhaniarto sebesar Rp.1.133.561.270 untuk memuluskan penerbitan sertifikat.
Namun, masyarakat suku Ireeuw/Dominggus Ireeuw dan H. Rizal Muin (pemilik tanah) tidak memenuhi permintaan oknum Kakanwil tersebut. Sehingga status tanah dialihkan menjadi hak milik negara. Dengan demikian, murni ada indikasi permainan korupsi oleh eks Kakanwil DJKN Papua oleh AY Dhaniarto yang meminta dana sebesar Rp.1.133.561.270. Hal itu sesuai surat pada tanggal 8 April 2019. Namun, permintaan tersebut, ditolak oleh masyarakat sehingga Kakanwil DJKN dan BPN tidak menerbitkan sertifikat tanah atas aset eks Tanah adat suku ireeuw sesuai surat tertanggal 4 Maret 2019.
Dengan pemegang hak atas tanah adat/hak ulayat atas nama Dominggus Ireeuw/suku Ireeuw sepanjang 2km dan hak perseorangan H. Rizal Muin dengan luas 22.500M2 (Panjang 90 Meter dan Lebar 250 Meter) dimana seluas +11.825M2 terkena Proyek Pembangunan Jerambah Beton Kampung Nelayan Hamadi Kota Jayapura Papua.
Atas dasar pertimbangan di atas, Tuan Presiden harus mendesak Kementerian PUPR Dirjen (Cipta Karya) dan PT. Basuki Rahmanta Putra untuk menyelesaikan Pembayaran Ganti Rugi atas tanah ulayat Masyarakat adat Suku Ireeuw/Dominggus Ireeuw dan H. Rizal Muin di Kelurahan Hamadi Kabupaten Jayapura Selatan Provinsi Papua. Guna mengurangi isu dugaan pelanggaran HAM di Tanah Papua.
Yang Mulia Tuan Presiden Joko Widodo
Menteri PUPR selama ini hanya berjanji dan zalim kepada rakyat Papua atas perampasan hak Tanah Ulayat Pesisir Suku Ireeuw dan H. Rizal Muin di Kelurahan Hamadi Distrik Jayapura Selatan Provinsi Papua atas proyek Jerambah Kampung Nelayan Hamadi Kota Jayapura Sejak Tahun 2017.
Tuan Presiden juga harus melakukan evaluasi kinerja Menteri PUPR dan Ditjen Cipta karya yang diduga melakukan praktik mafia tanah lahan masyarakat Suku Ireeuw di Kota Jayapura.
Kami menunggu langkah – langkah kebijakan Tuan Presiden untuk menyelesaikan kasus ini. Demikian surat terbuka ini agar menjadi atensi Tuan Presiden.
TTD
H. RIZAL MUIN
Forum Pergerakan Masyarakat Papua (FPMP)